Sumber gambar : https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images
Sudah jatuh tertimpa tangga. Keluar dari mulut
harimau masuk mulut buaya. Tak putus dirundung malang. Demikian kira kira nasib
yang dialami oleh seorang gadis yang masih di bawah umur (14 tahun) bernama NF di
Way Jepara Lampung Timur baru-baru ini. Beritanya bahkan sangat viral di
berbagai media.
Setelah mengalami trauma yang cukup mendalam
karena diperkosa oleh kawanan pemuda tak bermoral, seorang gadis belia justeru
mengalami hal mengerikan yang membuat trauma jiwanya bukannya sembuh tetapi
malah makin parah. Hal itu disebabkan karena perlakuan gila (pemerkosaan) yang
dilakukan oleh oknum aparat di rumah perlindungan yang seharusnya dia merasa
aman tetapi justeru malah semakin tidak aman bahkan membahayakan jiwanya. Dia
semakin terpuruk setelah mengalami pemerkosaan berkali-kali oleh oknum aparat tersebut.
Bahkan gilanya lagi, kabarnya korban tersebut juga dijual ke lelaki tak
bermoral lainnya.
Pagar
adalah berfungsi sebagai tameng yang melindungi apapun dan siapapun yang berada
di dalamnya. Sehingga orang-orang yang
berada di dalam pagar akan terjaga keamanan dan keselamatannya. Namun pada
kasus P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak) malah sebaliknya. Oknum
pemerkosa anak yang harus melindunginya malah membawa petaka buat anak yang
sedang mencari perlindungan dan pemulihan jiwa paska pemerkosaan sebelumnya.
Betapa semakin hancur jiwa anak tersebut setelah pagar yang harusnya
melindunginya malah memakannya bak kambing bandot makan rumput hijau.
Mengapa
bisa terjadi pertiwa “pagar makan tanaman?” Apakah rumputnya terlalu hijau dan
segar sehingga pagarnya menjadi tergiur untuk memakannya? Apakah pagar itu
kelaparan sehingga ia harus memakan tanaman yang ada di dalamnya? Mari kita
coba untuk mencari jawabnya. Mungkinkah rumput yang bergoyang akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan kita? Padahal oknum tersebut adalah seorang aparat
pemerintah bahkan adalah kepala di P2TP2A Lamtim yang mestinya sudah paham
aturan dan hukum yang berlaku, tapi kok bisa dia melakukan hal yang sangat
mengiris nurani kita semua.
Kasus
pelecehan seksual konon oleh oknum aparat yang seharusnya menjadi pendekar
perlindungan anak dan perempuan konon bukan hanya terjadi kali saja. Namun juga
sebelumnya pernah terjadi hal serupa di Padang. Hal ini sangat disayangkan bisa
terjadi di rumah perlindungan. ASN yang direkrut untuk menjadi pelindung korban
seharusnya telah mengikuti seleksi yang sangat ketat sehingga memenuhi syarat
untuk menempati posisi sebagai pelindung mereka. Kalau seperti ini sangat
memungkinkan terjada salah prosedur dalam perekrutan. Orang yang seharusnya
tidak lolos seleksi malah diloloskan. Maka yang terjadi adalah mala petaka.
Baik petaka untuk para korban yang seharusnya dilindungi, juga petaka bagi
lembaga perlindungan karena hilangnya kepercayaan masyarakat pada rumah
perlindungan tersebut.
Korban posisinya sangat lemah. Ia
bahkan tidak berani bercerita kepada siapapun karena mendapatkan ancaman. Namun
karena sudah tidak mampu memendam derita jiwanya, maka ia harus mencurahkan
gundah jiwanya kepada orang yang kepadanya ia merasa aman. Ia bukan cerita pada
ibu atau bapaknya, ia memilih cerita pada saudara ayahnya. Jadi karena posisi
korban yang sangat lemah, hal ini dimanfaatkan oleh oknum aparat tersebut untuk
melakukan kejahatan seksualnya.
Berikutnya
adalah bahwa terjadinya kejahatan bukan karena ada niat jahat namun lebih
karena ada peluang untuk timbulnya kejahatan sehingga mendorong oknum-oknum
yang punya integritas lemah untuk melakukan kejahatan. Maka dari itu yang harus
dibenahi selanjutnya adalah menciptakan rumah perlindungan anak dan perempuan
yang representatif. Baik dari sisi bangunan fisiknya maupun dari sisi
keamanannya. Sehingga kejahatan yang timbul bisa dihindarkan.
Semoga
kedepan tidak lagi ada korban-korban pemerkosaan yang merupakan kejahatan luar
biasa biadab. Lindungi anak dan perempuan Indonesia.
Yogyakarta,
07 Juli 2020
Sumber :
No comments:
Post a Comment